BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada umumnya bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya
yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari.
Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah,air,dan udara. Tanah meripakan
tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh
manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga
keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan
memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang
alami bagi pernapasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila
manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern
merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”.
Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli
pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang
dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat
manusia kurang peduli pada norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma
ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa
menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa
merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastic kualitas sumber
daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula
penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat
sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
B. Permasalahan
1. Apa yang
dimaksud Etika baru Lingkungan?
2. Apa yang
dimaksud Kesadaran lingkungan?
3. Apa yang
dimaksud Kepentingan Pendidikan Lingkungan Hidup?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah
untuk :
- Untuk mengetahui Etika baru Lingkungan
- Untuk mengetahui apa itu Kesadaran lingkungan.
- Untuk mengetahui apa itu Kepentingan Pendidikan Lingkungan Hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika
Lingkungan Hidup
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan
oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia
memilki pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu telah
menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan tersebut dibagi dalam tiga
teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental
Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics.
Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme,
Biosentrisme, dan Ekosentrisme.
1.
Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandangan yang
menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena
pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap alam harus
diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam dilihat hanya
sebagai objek, alat dansarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan demikian
alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang
dan diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan
ini juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkunganhidup yang baik,
maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajibanmemeliharan dan
melestarikan alamlingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap
alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhandan kepentingan
hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alammempunyi nilai pada
dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan
kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagaisebuah etika
lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow EnvironmentalEthics).
2. Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yangmempunyai nilai
dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengandemikian,
biosentrisme menolak teori antroposentrisme yang menyatakan bahwa hanya
manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme
berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia saja.Pandangam
biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian. Maka, kehidupan
setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harus dilindungi dan
diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya memilki harkat dan
nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru karenaada kehidupan
yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat sebagai salahsatu bagian saja
dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukanlahmerupakan pusat dari
seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada bedanya dengan makhluk
hidup lainnya.
3. Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman
bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik
saling terkait satu sama lain. Air di sungai, yang termasuk abiotik,
sangat menentukan bagi kehidupan yang ada didalamnya. Udara, walaupun tidak
termasuk makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk
hidup. Jadi, ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana
kedua-duanya sama-sama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas
yang lebih luas, yakni komunitas ekologis seluruhnya
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics.
Deep ecology menganut prinsip biospheric
egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk hidup
adalah anggota yang sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga
mempunyai suatu martabat yang sama. Inimenyangkut
suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua
makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universalyang tidak
bisa diabaikan.
B. Manusia dan Krisis Ekologi
Sonny Keraf,
pemerhati lingkungan hidup serta mantan menterilingkungan hidup. Beliau pernah
berujar bahwa masalah lingkungan hidupmemiliki kesatuan dengan masalah moral,
atau persoalan perilaku manusia.Dengan demikian, krisis ekonomi global yang
kita alami dewasa ini adalah jugamerupakan persoalan moral, atau krisis moral
secara global. Karena menjadi krisismoral
kita perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya.
Krisis lingkungan dewasa ini hanya bisa
diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia
terhadap alam. Yang dibutuhkan adalah sebuah pola hidup atau gaya hidup baru
yang tidak hanya menyangkut orang per orang, tetapi juga lingkungan masyarakat
secara keseluruhan. Artinya dibutuhkan etika lingkungan hidup yang menuntut
manusia untuk berinteraksi dalam alam semesta.
Dengan ini bisa dikemukakan bahwa
krisis lingkungan global yang kita alami saat ini sebenarnya bersumber pada
kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan
tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru
memandang dan keliru menempatkan diri dalamkonteks alam semesta seluruhnya. Dan
inilah awal dari semua bencana lingkunganhidup yang kita alami sekarang. Oleh
karena itu, pembenahan harus pulamenyangkut pembenahan cara pandang dan
perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia
lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yangmemandang
bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yangmempunya nilai,
sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasankebutuhan dan
kepentingan hidup manusia. Manusia dianggap berada diluar,diatas dan terpisah
dari alam. Bahkan, manusia dipahami sebagai penguasa atas alam yang boleh
melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini melahirkan sikapdan perilaku
eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segalaisinya yang
dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.
Oleh karena
itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan
hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis ekologiyang
bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
1.
Prinsip sikap hormat terhadap
alam (Respect for Nature)
Dari ketiga
teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwaalam perlu dihormati.
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia
sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai
hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada
alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia adalah satu kesatuan dari
alam.
2.
Prinsip Tanggung
Jawab (Moral Responsibility for
Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan
dengantujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk
kepentinganmanusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam
semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut
manusiauntuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga
alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dankerusakan
alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umatmanusia. Wujud
konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan
melestarikan alam, dan mencegah sertamemulihkan kerusakan alam dan segala
isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk
mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun
tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3.
Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait
dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip initerbentuk
dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu,
manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan
perasaan solider, perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk
hidup lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh
makhluk hidup lain. Manusia bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan
dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup
tertentu. Ia ikut merasa apa yangterjadi dalam alam, karena ia merasa satu
dengan alam.
Prinsip ini
lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dansemua kehidupan yang
ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan
mencemari alam dan seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia tidak
akan merusak kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri.
Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk
mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan.
Prinsip ini juga mendorong manusia untuk
mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap
tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan
menentak pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini
semata-mata karena mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang
rusak.
4.
Prinsip Kasih Sayang
dan Kepedulain terhadap Alam (Caring
for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitasekologis
mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dandirawat. Prinsip
kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang
tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan
alam. Semakin mencintai dan peduli kepadaalam, manusia semakin berkembang
menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat.
Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan
kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas
alam.
5.
Prinsip “No Harm”
Berdasarkan
keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yangrelevan adalah
prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajibanmoral dan tanggung
jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akanmau merugikan alam secara
tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme,
manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.
Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankan untuk
memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dant umbuhan, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk
hidup danhanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang
paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat
kemewahandan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan
kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan
tumbuhan).
Dengan kata
lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal
dengan melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan
alam. Sebaliknya, kewajiban dan tanggung
jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak
melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak
menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu,
tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak
membuanglimbah seenaknya, dan sebagainya.
6.
Prinsip Hidup
Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam
adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan
memiliki sebanyak- banyaknya.
Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi
karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai
objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu,
pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak
berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya.
Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus
memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif
dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang
bisaditolerir oleh alam.
7.
Pengembangan Permukiman
Menurut UU No.
4 Tahun 1992, permukiman mengandung pengertiansebagai bagian dari lingkungan
hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian dan kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Apabila dikaji dari segi makna, permukiman berasal dari terjemahan kata human
settlements yang mengandung pengertian suatu proses bermukim. Dengan demikian
terlihat jelas bahwa kata permukiman mengandung unsur dimensi waktu dalam
prosesnya. Melalui kajian tersebut terlihat bahwa pengertian permukimandan
pemukiman berbeda. Kata pemukiman mempunyai makna yang lebihmenunjuk kepada
objek, yang dalam hal ini hanya merupakan unit tempat tinggal(hunian),
contohnya seperti: rumah susun, apartemen, dan perumahan.
Sebelum membahas mengenai pengembangan permukiman, ada baiknyakita mengetahui
tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian yang dikategorikan sebagai berikut
a. Survival Needs
Tingkat kebutuhan yang paling dasar ini merupakan kebutuhan yang harusdipenuhi
pertama kali. Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana
untuk menunjang keselamatan hidup manusia.
b. Safety and
Security Needs
Kebutuhan terhadap keselmatan dan keamanan yang ada pada
tingkat berikutnya ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan,
keutuhan anggota badan, serta hak milik.
c. Affilitation
Needs
Pada tingkatan ini, hunian merupakan sarana agar dapat diakui sebagaianggota
dalam golongan tertentu. Hunian disini berperan sebagai identitas seseorang
untuk diakui dalam golongan masyarakat.
d. Esteem Needs
Kebutuhan berikutnya terkait dengan aspek psikologis. Manusia
butuhdihargai dan diakui eksistensinya. Terkait dengan hal ini, hunian
merupakansarana untuk mendpatkan pengakuan atas jati dirinya dri masyarakat
danlingkungan sekitarnya.
e. Cognitive and
Aesthetic Needs
Pada tingkatan ini, produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan
tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan (misalnya dinikmati secara
visual) pada lingkungan sekitarnya.
Dilihat dari
tingkatan tersebut, tuntutan masyarakat kota terhadap hunian berada pada
tingkatan 3, 4 , dan 5. Berbeda dengan tuntutan masyarakat desaterhadap hunian
yang masih berada pada tingkatan 1, 2, dan 3. Oleh karena itu,dilakukan program
untuk memenuhi kebutuhan hunian dengan dilakukannya pengembangan dalam
permukiman.Pada dasarnya, pengembangan pemukiman berupa strategi pembangunan baik
di kota maupun di desa.
Berikut program-program pembangunan tersebut:
8.
Program Pengembangan Permukiman Kota
a.
Program Pengadaan Perumahan Baru
Pembangunan perumahan baru harus dilakukan denganmempertimbangkan beberapa hal,
yaitu :
a)
Penyediaan infrastruktur, seperti
jaringan jalan, saluran sanitasi dandrainase,
jaringan air bersih, dan jaringan
listrik.
b)
Penyediaan fasilitas pendukung, seperti
fasilitas kesehatan, pendidikan,sosial
masyarakat, serta fasilitas umum lainnya.
c)
Ketersediaan ruang terbuka sebagai fasilitas pendukung
bagi kegiatan penghuninya, serta sebagai strategi mempertahankan
ketersediaan air bersih dalam jangka panjang.Program pembangunan
perumahan baru dapat dilaksanakan baik oleh pemerintah (PERUMNAS) maupun
pihak swasta.
b.
Program Perbaikan Kampung
Berdasarkan
strukturnya, kampung merupakan salah satu elemen pembentuk kota. Secara
fisik, kondisi kampung dikota-kota besar saat ini pada umumnya sangat buruk.
Hal ini terutama dipicu karena masalah kepadatan.Tingginya angka kepadatan
penduduk dikampung-kampung diperkotaanmembawa berbagai dampak negatif bagi
kondisi kampung tersebut, yaitu:
a) Kehidupan sosial yang tidak
teratur
b) Tingkat
ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial sangat rendah
c) Kurangnya
infrastruktur
d) Tata guna lahan
yang tidak teratur
e) Kondisi rumah
yang kurang sehat
c.
Program Peremajaan Kota
Pada program ini, dilakukan pengaturan kembali struktur kota yang
tidak sesuai. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan
potensi yang telah ada dan untuk menumbuhkan potensi yang baru, khususnya yang
terkait dengan aspek ekonomi.
Sasaran kegiatan ini adalah peremajaan sarana prasarana yang bersifatstrategis
yang biasanya berupa:
a) Sarana dan
prasarana dengan kualitas yang sangat rendah
b) Sarana dan
prasarana yang mendukung pengembangan suatu wilayah
c) Sarana dan prasarana dikawasan yang
sering mengalami bencana.
d.
Program Rumah Sewa
Program ini merupakan solusi terbaik untuk mengatasi masalah hunian pada
suatu wilayah perkotaan yang tingkat kepadatannya sudah sangat tinggiserta
sulit untuk mendapatkan lahan yang kosong karena terbatasnya
wilayah perkotaan tersebut. Rumah sewa disini, dapat berupa
apartemen, ruman susun,maupun kontrakan.
C.
Kesadaran
Lingkungan
Sebagai makhluk, kedudukan manusia adalah bagian dari kosmos
(alam semesta). Oleh sebab itu keberadaanya tidak pernah lepas dan selalu
dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitarnya (Jalaludin,2003:32). Kondisi yang
demikian menuntutnya untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
alam disekitarnya agar dapat berkembang dan hidup dengan baik dan normal (Ahnad
dan Uhbiyati,2001:217). Hubungan manusia dengan alam sebagaibagian dari
ekosistem bersifat holistic, sebab: satu, segala sesuatu itu saling
berhubungan. Dua, keseluruhan lebih dari pada penjumlahan bagian-bagian. Tiga,
makna tergantung pada konteksnya, sebagai lawan dari “independensi konteks”
dari “mekanisme”. Empat, merupakan proses untuk mengetahui bagian-bagian. Dan
lima, alam manusia dan alam non manusia adalah satu (J.Sudriyanto dan
Santoso,2000:72).
Maka dari itu, masalah lingkungan alam adalah masalah yang
paling berpengaruh (penting) bagi keberlangsungan hidup manusia. Sehingga
menuntut perhatian dan perlakuan khusus dari semua pihak, baik dalam konteks
pemanfaatannya maupun dalam pelestariaannya.
1. Melestarikan Lingkungan Alam
a.
Menanamkan Kesadaran Ber-Etika Lingkungan
Manusia adalah makhluk-Nya yang paling potensial
dibandingkan dengan yang lain (Jalaluddin, 2003:33). Beragam kelebihan yang
tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan-Nya yang lain mereka miliki (Purwanto,
2002:7). Kiranya anugerah Tuhan tersebut tidaklah berlebihan, mengingat tugas
dan tanggung jawab mereka (manusia) yang juga paling besar dan paling
menentukan kelangsungan hidup seluruh makhluk-Nya. Bertolak dari realita ini,
manusia seharusnya berupaya keras untuk memanfaatkan potensi yang ada sebaik
dan semaksimal mungkin. Namun tidak demikian selamanya, ada di antara mereka
lebih mengikuti hawa nafsunya, yaitu kecenderungan jiwa yang salah (Kafie,
2003:48). Akibatnya, kini kita menyaksikan berbagai kerusakan pada lingkungan
alam kita, baik itu yang terjadi di darat, di laut maupun pada lingkungan
udara. Hal ini telah diisyaratkan Allah di dalam al-Qur’an, yaitu: “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada manusia sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar” (Q.S. ar-Ruum:41).
Langkah awal yang harus kita lakukan untuk menangani masalah
ini adalah dengan memperkenalkan dan mengajak mereka untuk melaksanakan
prinsip-prinsip etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Etika lingkungan
yang dimaksud adalah “sikap tanggung jawab terhadap alam, yaitu mengenai
keutuhan biosfer maupun generasi-generasi yang akan datang” (Suseno dalam
Santoso 2000:6).
Upaya penumbuhan kesadaran ber-etika lingkungan harus
dimulai dari pengetahuan kita tehadap unsur-unsur etika lingkungan. Suseno
(dalam Santoso, 2000:64) menjelaskan bahwa unsur-unsur etika lingkungan hidup
baru, di antaranya: manusia harus belajar untuk menghormati alam, harus
memberikan suatu perasaan tanggung jawab khusus terhadap lingkungan lokal,
karena manusia bagian dari biosfer maka ia harus merasa bertanggung jawab
terhadap kelestarian biosfer, etika lingkungan hidup baru menuntut larangan
keras untuk merusak, mengotori dan meracuni, dan solidaritas dengan generasi-generasi
yang akan datang. Atas dasar itu, seseorang dikatakan memiliki kesadaran
ber-etika lingkungan, jika ia telah memiliki kemampuan memahami, memikirkan dan
menginsyafi makna lingkungan, kegunaan dan kemanfaatan serta hakekat dari
keberadaan lingkungan itu di dunia ini (Ghazali, 1996:30).
b.
Unsur-unsur Pendukung dan Penghambat
Upaya menanamkan kesadaran ber-etika lingkungan akan efektif
dan efisien jika memperhatikan dan berpijak pada unsur-unsur pendukung, yaitu: (a).
Mengingat peran kaum perempuan yang begitu besar, kebangkitan mereka saat ini
meniscayakan tercapainya pembangunan berwawasan lingkungan (Salim, 2000:177), (b)
Melihat terjadinya kerusakan lingkungan yang parah dan pengaruhnya yang sangat
merugikan, para pemimpin semua agama di dunia mulai berfikir dan turut andil
dalam mengembangkan etika lingkungan (Salim, 2000:177) (c) Bangkitnya
komitmen politik para pemimpin negara-negara di dunia untuk menanggapi
tantangan kerusakan lingkungan di masa depan, terutama setelah adanya KTT bumi
1992 di Rio de Jenairo (Salim, 2000:177), (d) Berkembang biaknya lembaga
swadaya masyarakat di seluruh penjuru dunia (Salim, 2000: 178); dan (e)
Adanya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam memecahkan masalah
lingkungan (Salim, 2000:178).
Upaya penumbuhan kesadaran ber-etika lingkungan juga tidak
lepas dari berbagai hambatan. Masalah hambatan ini penulis bahas secara
singkat, yaitu:
(1)
Adanya paradigma pengetahuan mengenai kehidupan yang
sifatnya mekanistik,
yaitu kehidupan yang berorienasi pada upaya peng-kayaan
dengan menghalalkan segala cara (Capra, 2002:15), Paradigma seperti itu telah
mengakar kuat di benak masyarakat kita, di mana hal itu sangat bertentangan
dengan cara pandang era sebelum 1500-an (Capra, 2000:51).
(2)
Adanya keinginan sebagian manusia untuk menghasilkan produk
sebanyak
mungkin pada waktu sesingkat mungkin dan modal sesedikit
mungkin (Resosoedarmo dkk, 1993:168),
(3)
Di masyarakat Negara berkembang, penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi
tidak memadai dan masih minim (Mangunjaya, 2006:38),
(4)
Di bidang politik, masih banyak partai politik yang kurang
peduli terhadap
pelestarian lingkungan. Sebab, persoalan lingkungan
merupakan program jangka panjang yang berlawanan dengan perspektif partai politik
yang selalu bersikap pragmatis untuk mempertahankan kekuasaan dengan
meningkatkan pembangunan sektor ekonomi (Mangunjaya, 2006:138),
(5)
Di bidang hukum, lemahnya penegakan hukum di bidang
lingkungan, akibat dari
dampak desentralisasi dan reformasi (Mangunjaya, 2006:136),
(6)
Adanya pembangunan yang kurang ramah lingkungan karena
perencanaan dan
motivasi yang tidak memihak pada kelestarian lingkungan
(Salim, 2000:175-176),
(7)
Tidak seluruh kalangan dan semua lapisan memahami bahwa
permasalahan sosial
juga berdampak pada aspek lingkungan hidup yang lain, yaitu
pada tumbuhnya dorongan pengurasan SDA secara tidak terkendali. Permasalahan
sosial yang dimaksud di antaranya: masalah kemiskinan (Purba, 2005:5),
ajaran tradisional, bahwa orang harus hidup sesuai dengan kedudukan dan
pangkatnya (Soemarwoto, 2004:84), dan pola hidup yang konsumtif, (Soemarwoto,
2004:83).
c. Strategi Menanamkan Kesadaran Beretika Lingkungan
Secara umum, strategi yang dibuat harus mengacu pada
beberapa aspek pokok, seperti: menawarkan paradigma baru yang disebut dengan
pandangan dunia holistik, yaitu pandangan yang mencerminkan bahwa manusia
adalah bagian dari lingkungan tempat hidupnya (Capra, 2002:16). Dalam pandangan
ini, kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari ekosistemnya, keselamatan dan
kesejahteraannya tergantung dari keutuhan ekosistem tempat hidupnya
(Soemarwoto, 2004:83). Sehingga terbentuk sikap dan perilaku sadar akan
kelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan hidup demi kelangsungan manusia
dan alam lingkungan (Resosoedarmo dkk, 1993:169).
a) Pemerintah
Berdasarkan undang-undang lingkungan hidup, No. 23/1997,
tentang pengelolaan lingkungan hidup, bab IV, pasal 10, ayat 1 dan 2,
pemerintah berkewajiban untuk: (a) mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para pengambil
keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; (b) mewujudkan, menumbuhkan,
mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan hidup”.
Strategi pertama, melalui ‘Kampanye Nasional tentang
penyelamatan lingkungan’, yang mencakup penyadaran dan pemberdayaan masyarakat,
agar cekatan dalam memerangi setiap tindakan apapun dan pihak manapun yang
dapat merusak lingkungan hidup. Kedua, dengan ‘menegakkan hukum yang
berlaku’, terutama hukum tentang lingkungan dan regulasi tentang hutan lindung
(Jawa Pos, 2006, 28 Desember:4). Ketiga, membentuk ‘pusat studi
lingkungan’ yang berkedudukan di sebuah universitas negeri, di mana
masing-masing mengarahkan pendidikan khusus, penelitian dan usaha-usaha
pelayanan umum yang cocok dengan bidang yang dimahirinya dan menjadi
keahliannya (Salim, 1993:160). Keempat, menerapkan dua pendekatan,
yaitu: pendekatan mekanisme insentif-disinsentif; dan kedua, penataan
bagi standar dan norma lingkungan, demikian Witoelar (Jawa Pos, 2007, 2
Januari:4). Kelima, dengan menempuh langkah-langkah operasional dalam
melakukan pembangunan industri berwawasan lingkungan (Juzar, 1995:92). Dalam
konteks masyarakat industri, langkah-langkah operasional yang dapat diterapkan
pemerintah adalah dengan mendorong mereka (pihak industri yang sudah ada) untuk
secara bertahap melakukan perubahan teknologi End of Pipe (EOP) ke
Celan Technology Process (CTP) (Juzar, 1995:91), sedangkan bagi industri
baru, pemerintah berkewajiban mendorong penggunaan CTP, di mana pemerintah akan
membantu pelayanan informasi (Juzar, 1995:91).
b) Kalangan Akademisi
Kalangan akademisi bisa melakukannya dalam bentuk
pengabdian, yang biasa dikenal dengan istilah pemberdayaan, yaitu suatu untuk
mengangkat kesejahteraan masyarakat dengan cara pengenalan dan penggunaan
segenap potensi yang telah ada terpendam dalam dirinya (Halim, 2005:154).
Contohnya, melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau yang sejenis.
c) Kaum Perempuan
Peran yang bisa mereka usahakan, pertama, sebagai ibu
rumah tangga, berperan menjaga kesehatan lingkungan rumah (Salim, 1986: 234). Kedua,
selaku ibu anak-anak, di sektor pendidikan, berperan dalam menanamkan
kesadaran anak untuk hidup dengan menerapkan etika lingkungan dalam kehidupan
sehari-hari (Salim 1986:235). Ketiga, selaku isteri,
berperan mengelola penghasilan suami secara hemat dan sederhana sesuai
penghasilan dan kebutuhan (Salim, 1986:235). Keempat, sebagai anggota
masyarakat, dapat menjadi penyampai pesan yang berkaitan dengan pengembangan
lingkungan yang memperhatikan etika dan pembangunan di forum-forum yang biasa
dipakai (Salim, 1986:136).
d) Tokoh Masyarakat
Menurut Hardy (2005:27), great individuals
(tokoh-tokoh besar) sangat berperan dalam terjadinya perubahan di masyarakat.
Dalam masalah lingkungan, mereka bisa melancarkan gerakan mengubah paradigma
masyarakat untuk peduli terhadap kelestarian dan pengembangan lingkungan.
Inilah yang menurut pakar sosiologi dinamakan dengan great individuals
historical force.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam
bergaul dengan lingkungannya. Etika lngkungan diperlukan agar setiap kegiatan
yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan
lingkungan tetap terjaga.manusia adalah bagian dari lingkungan yang tidak bisa
dipisahkan, maka perlu menjaga,menyayangi, dan melestarikan lingkungan. Karena
lingkungan ini diciptakan tidak hanya untuk manusia saja, tetapi seluruh
komponen alam di dunia ini.
Etika lingkungan disebut juga etika ekologi. Etika ekologi
dibedakan menjadi etika ekologi dangkal dan etika ekologi dalam. Etika ekologi
dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan
sebagai sarana untuk kepentingan manusia, sedangkan ekologi dalam adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan
sebagai keseluruhan kehidupan.
Teori lingkungan diantaranya adalah: Antroposentrisme,
Biosentrisme, Ekosentrisme, Zoosentrisme, dan Hak asasi alam. Prinsip-prinsip
lingkungan adalah: sikap hornat terhadap alam, tanggung jawab, solidaritas,
kasih sayang dan kepedulian, tidak merugikan alam secara tidak perlu, hidup
sederhana dan selaras dengan alam, keadilan, demokrasi, dam integritas.
B.
Saran
1. Agar masyarakat peduli terhadap
lingkungan alam sekitar, seperti tidak membuang sampah sembarangan, serta tidak
menebang pohon sembarangan.
2. Agar menjaga fasilitas umum yang
digunakan oleh hajat hidup orang banyak.
3. Agar melestarikan hewan dan tumbuhan
yang ada.
4. Agar membuang sisa bahan industry
atau limbah pabrik sesuai dengan ISO mengenai lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Hargrove,Eugene
C,Etika Lingkungan Dasar, Prentice Hall:New Jersey,1989.
Soeriaatmadja,R.E,Ilmu
Lingkungan, Bandung:ITB,2003.
http:www.al-hikam.or.id
http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian_etika_lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar