Sabtu, 25 Agustus 2018

PART 3 (Membungkus Rindu)



MEMBUNGKUS RINDU
PART 3
Flashback On
“itukan dia.....” Zahra menyelusup dibalik punggung Naini yang lebih bidang. Membuatnya tertutupi sedikit.
“Ra... Ra... Zahra...” Naini yang ditempeli Zahra risih. “Zahra! Ngapain sih?!” suaranya keras membuat Zahra menangkupkan tangannya kemulut Naini agar tidak bersuara. “psssttttttt jangan keras-keras.” Katanya berbisik. “iya.. kenapa? Kamu ngindarin siapa sih?” Naini ikut menundukan kepalanya. 
“Ada dia.” Zahra menunjuk-nunjuk sesosok perempuan dihadapan mereka. Niana mencari, ditengah jam istirahat gini kantin memang selalu ramai. Siswi-siswi MAN semuanya hampir sama. Naini tidak mengerti siapa yang dia maksud. “ siapa sih?” cercahnya lagi dengan mata masih mencari.
“Nuna” kini iya berbisik lebih pelan dari sebelumnya. “HA? SIAPA?” beberapa orang menoleh keaarah mereka membuat senyum terpaksa keluar dari bibir keduanya. “kerasan dikit dong, udah tau aku rada budeg, mana rame orang lagi” kali ini Naini yang protes. 
“N-U-N-A” Zahra mengeja. Naini mengangguk-angguk.”emang kenapa? Pacarmu direbut olehnya? Ah, kasihan sekali kamu Zahra. Jika lelaki sudah berpaling padanya. Tak mungkin bisa kau rengkuh kembali. Mending ikhlaskan saja. Hahaha” Naini Meracau kemudian tertawa jahat.
“bukan!” sergahnya cepat “aku menyukainya” Naini membulatkan bola matanya tak percaya. 
Astaghfirullah Zahra. Are you Normal?” Naini sedikit menjauh. “ Heh!!!! Gausah lebay! I’m Normal and sweet” Naini membuka dekapan mulutnya sendiri. Memutar bola matanya malas mendengar temannya sudah percaya diri begini. “INI!!!” Zahra mengejar Naini yang sudah meninggalkannya. “ jangan panggil INI... elah gabisa dibilangin ni anak.” Zahra sudah menjajari Naini. Dia memang kerap memanggil ujung nama Naini dan berakhir omelan sang empunya nama. “kali aja jodohmu namanya ITU” timpal Zahra masih tertawa jahil. “makasihloh ya... nanti kami beri nama anak kami DENGAN, ATAU, YANG. Waaaahhhhhh keluarga pecinta kata penghubung yaa” Zahra terkekeh melihat ekspresi sahabatnya kini.
“oke. Jadi kenapa kau suka Nuna? Emm maksudku suka meguntitnya. Eh memata-matainya.” Naini mengambil posisi duduk berhadapan dengan Zahra.
“Umpppp karena dia cantik! Pintar! Baik! Anak Kepala Sekolah! And Then.....”Zahra menyebutkan sederet fakta tentang wanita bernama NUNA.
“Yaa Allah sembuhkanlah penyakit sahabat hamba yaa Allah... jangan membuat hamba takut ketika berada didekatnya.” Naini memohon sambil memandang kelangit-langit.
“HEH!!!! Aku normalll. Dengerin dulu makannya” Zahra membuka buku agendanya.
“LOOK!” Zahra menyerahkan buku agenda hitam miliknya, ada sebuah kertas kuning berisi deadline PR mereka. 
“paan sih? Gada apa-apa jugak.” Naini berhenti disalah satu kertas memo pink yang bertuliskan “ DEADLINE 20 Agustus 2018 membuat cerita panjang di Mading sekolah. Note! Inspiratif, Kreatif, Inovatif. Gagaring! Enak dibaca!”. Naini mengerutkan keningnya
“Aku harus keterima jadi anggota Mading Naiiii, aku pengen jadi penulis. Tapi aku buntu sekarang. Aku nge-blank!!!” Naini mulai tahu arah pemicaraan mereka.
“yak trus? kenapa harus NUNA?”
“ya karena aku rasa tokoh Nuna bisa jadi inspirasi atau membuka jalan otakku untuk berfikir.” Gerutunya tidak yakin.
“Allahu Akbar! Kita gadekat dengan mereka Ra... wah, nekat kamu!” Naini menyomot gorengan yang sempat mereka beli dikantin tadi.
“iyaaaa aku tau! Tapi ini istilahnya kayak debut seorang penulis Naiiii, atau para infotaiment yang cari berita artis gitu Hahaha” Naini mengangguk setuju. “hyak! Setelah tulisanmu itu terbit kau langsung mempunyai banyak Fans Ra.” Katanya sungguh-sungguh membuat Zahra ingin memeluknya. “ para guru dan staf pegawai. Kemudian kau akan langsung jadi tema sekolah karena membongkar aib anak kepala sekolah.” Bibirnya langsung melengkung kebawah.
“aku tidak membongkar aib Nuna Nai... aku Cuma butuh ceritanya mengapa dia bisa sehebat itu.” Naini terkekeh “ yayayaya i know that .idemu bagus Ra... aku akan menolongmu mengerjakan debutmu itu hahaha” 
seriously?” Zahra menatap Naini tak percaya, sahabatnya mau turut membantunya. Menyadari keahliannya yang selalu cepat mendapatkan berita dipenjuru sekolah. Seolah dunia memang melaporkan semua kejadian padanya. 
“iyaaa.! Udeh, gausah natap kayak gitu. Lama-lama aku percaya ni kamu enggak normal.”
“HAH??? Sekalipun aku laki-laki, kau  bukan seleraku INI! Seleraku seperti Nuna.” Zahra melemparkan setip pelangi milik Naini kewajahnya, membuatnya mengerjap. “rasakan! Hahaha” Naini kewalahan Risol yang sudah diujung bibirnya terlepas. Kemudian mengambilnya cepat. 
“untung belum lima menit!” megusapnya sayang dan melesatkan risol sekali masuk kemulutnya. Kini pipinya sudah dua kali lipat chubby.  Zahra menggeleng tak percaya. “Astaghfirullah. Katanya dieeeeeeeetttttttt” Naini menunjukkan giginya yang rapi membuat matanya menyipit.

***
***
Aku menyayangimu sahabat
Senyummu adalah obat
Yang begitu nikmat
Seperti coklat
Hangat
.....
Zahra berhenti di satu fotonya dengan gadis gendut disisinya. Itu Naini. Matanya yang sipit dan pipinya yang chubby membuatnya semakin menggemaskan saja. Berbeda jauh dengan Zahra yang kurus dan tirus. Memandangnya lama, mengingat pernah menjadi bagian dari ceritanya dimasa SMA. Dia sahabat yang baik, dia lucu dan perhatian. Mereka kuliah  di kampus yang sama, namun tidak pernah bertegur sapa. Dikarenakan memang tidak pernah bertemu. Pernah sekali Zahra menyapanya lewat Messenger karena melihat wanita itu sedang online. Namun hanya berakhir dengan READ. “Apa dia semarah ini?” fikir Zahra saat itu. Tapi besoknya Naini membalas Messengernya. Kata yang tidak pernah Zahra duga sebelumnya. “Zahraaaaa apa kau tidak rindu padaku?” ini keajaiban jeritnya dalam hati. Dia tidak sabar membalas Messenger sahabat lamanya itu, dia terlalu bahagia. 
“Jelas aku Rindu!!! Kita sekampus tapi tidak pernah bertemu. Kapan ada waktu? Kau mau makan apa? Disini ada Pancake durian enak. Kau kan suka durian. Aku traktir. OK?”
Typing.....
Zahra seperti sedang menunggu balasan dari pria yang disukainya, tatapannya tidak pernah lolos dari balon obrolan Messenger. “semoga... semogaa.. semogaa dia mau... aku harus meng- clear kan semua ini. “ah! Lama sekali, apa dia sedang membuat cerita? Ha? Apaini? Kenapa dia tidak mengetik lagi” Zahra harap-harap cemas karena Naini tidak melanjutkan obrolan. Akunnya sudah offline. Zahra memijit keningnya dengan kedua telunjuknya. Tiba-tiba pusing menyergapnya. “sesulit inikah minta maaf???” katanya gemas “ Zahra kembali membenahi jilbabnya yang berantakan.
          Saat itu Zahra sedang duduk dibangku kuliahan disemester 2. Artinya dia sudah setahun ini berada dikampus yang sama dengan Naini. Zahra mengetahui hal tersebut dari mading yang melampirkan nama-nama siswa yang masuk ke SNMPTN. Naini mengambil jurusan Geografi di Universitas Negeri Medan. Beberapa nama lain yang Zahra cari ketika itu adalah Nuna, perempuan cantik yang menjadi inspirasinya saat itu. Nuna masuk jurusan Kedokteran di UI. Wajar saja dia sangat pintar, pasti dia sudah bekerja keras untuk itu. Orang lain berikutnya ada diurutan kedua setelah Nuna. Muhammad Rahman Hudzaifah. “MaaSyaa Allah, mereka memang berjodoh....” Gumam Zahra. Rahman masuk Jurusan Teknik Mesin di UI. Setelah itu, Zahra tidak mencari nama siapa-siapa lagi. Padahal, masih ada empat kertas lagi berikutnya. Percuma saja. Dia sudah mengetahui bahwa dia tidak diterima dijurusan Matematika Unsyiah. Zahra membungkuk melewati koridor sekolah, biji-biji tanjung yang meninggalkan bercak merak pada batako menjadi satu-satunya pandangannya. Kakinya terhenti, seseorang mengenakan sandal gunung berdiri tepat didepannya. Zahra cepat mendongakkan wajahnya kedepan, tapi pria itu terlalu tinggi membuatnya hanya dapat menatap baju batik coklat disepanjang garis kancing yang tertutup. Wanginya khas. Zahra lalu berdalih kekiri namun seorang didepannya seolah membaca fikirannya. Membuatnya harus mendongakkan wajahnya dan didapati.
“Hieh! Kau kesini juga ha? Kenapa gabilang? Aku tadi naik angkot kesini. Tau tadi kan nebeng!” hampir saja Zahra menggetok kepala pria didepannya.
“eh! Santai dong! Ah.” Pria didepan itu menghindar dan menggetok kepala Zahra asal. Membuatnya meringis sebal, tak ingin jadi bahan tontonan Zahra berlalu meninggalkan.
“cieeee yang gak lulus.” Zahra mengutuk siempunya suara, dia sangat hafal siapa orang yang bahagia melihatnya susah. “heboh kalisih!” rutuk Zahra
“emmmh gimana yah, aku sebagai sepupu yang baik sebenernya pengen kita tukeran. Biar deh aku galulus. Kamu lulus di jurusan Olahraga UNIMED. Tapikan aku juga gaenak sama kamu ra. Kamu kan anti air. Nanti kalau ujian renang gimana? Hahahahaha” Zahra melengos sebal. Zahra menginjak kaki Pisang goreng Arby membuatnya berhenti tertawa seketika. “Astaghfirullah Ra. Gimana enggak makin gepeng  kaki aku kau injek-injek terus..” Zahra memicingkan matanya tersenyum sinis. Cuma itu jurus andalannya mengatasi bocah tengil satu ini.
“Ra.... udah dong murungnya, sepi ni dijalan kamu ga ngoceh-ngoceh.” Zahra yang duduk bersimpuh menggetok Helm Arby gemas. 
“Nanti ngoceh dibilang cerewet. Ini diam disuruh ngoceh. Ehe.. ekor cicak!” bukannya marah karena sudah ditoyor, Arby malah terkekeh mendengar penuturan Zahra tentang ekor cicak. Dia geli.
“sedih kenapa sih? Karena galulus SNMPTN? Kan masih ada SBM. Kamu kan pinter Ra.. tinggal hitung mengulang pelajaran satu malam. Kau pasti bisa membabat habis soal-soal itu. Jangan kasih ampun Ra!” katanya bersemangat “atau kau nikah saja! Hahahahaha” memang sepupunya ini tidak pernah rela membiarkan ia tersenyum karena bahagia atas ucapannya. 
“Mau ku traktir apa hari ini? Hitung-hitung merayakan kelulusanku masuk UNIMED. HAHAHAHAHA. Akhirnya aku bisa membanggakan Nek Serimpi Ra....” dia bersiul-siul membanggakan diri. Zahra terkekeh mengingat neneknya yang sudah sangat pikun itu sudah tidak bisa mengingat cucunya. Dia hanya ingat saat-saat penting saja. Seperti Arby yang selalu menyusahkannya kemana-mana. Cengeng dan manja. Zahra tersenyum bangga pada sepupunya itu, meski bagaimanapun dia anak yang tidak pantang menyerah dan sangat menyayangi keluarga.
“eh elah. Malah ngelamun. Mau makan apani? Udahlah jangan baper Cuma masalah begituan. Nanti kalo rezeki juga ada aja jalan yang dikasih Allah. Keep calm baby...” Arby meniru gaya Bon Jovi menggoda wanita. Ah. Menjijikkan.
“Aku mau Ayam kampung penyet presto yang di Rumah makan Solo simpang Tiga dekat Stadion. Minumnya Jus Avocad saja.”. 
“ehmmm yang dipinggir-pinggir jalan aja!”
“niat ntraktir gasih?” Zahra Sewot.
“Iya! Iya!dasar wanita. Bisanya memanfaatkan situasi.” Arby bergumam, memutar balik ke simpang Stadion.

***
Assalamu’alaikum temen-temeeeeennn.. jadi ini cerita membungkus rindu Part 3 yang mangkrak hampir setahun. Alhamdulillah Allah masih kasih ide buat nulis cerita. Bahkan, menulis ini tadi aku sambil nyetrika loh temen-temen. Kata-kata udah ngalir gitu aja dikepala. Loncat sana-lonca sini. Jadi ibarat kata didepan kening ini udah ada layar transparan menceritakan tentang Masa lalu Zahra. Aku gamau kehilangan ide lagi. Kumuntahkan semua kata dilembar-lembar putih ini. Jemari yang sedari tadi brloncat-loncat dari satu huruf ke huruf lainnnya pun turut bersuka cita. Mungkin ini yang dinamakan Rindu.
Aku sengaja buat cerita kayak di Wattpad. Soalnya aku kurang suka nulis di Wattpad, layarnya kecil. Udah tau jari aku gedean -_- ini aja pake keybord typo melalng buana dimana-mana. Konon lagi dilayar kecil sebesar 5 x 15 cm. riwehhhh.
Sekarang disini pukul 19.38 WIB.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar